Sejarah Singkat


      Perkembangan Agama Buddha di kota Jambi dimulai pada tahun 1964, pada saat kota Jambi mendapat kunjungan yang pertama tiga orang berjubah kuning yaitu Sthavira A Jinarakkhita, Samanera Jinagiri dan Samanera Jinaratana dengan khotbah pertama agama Buddha diselenggarakan di Gedung Nasional dulu sekarang gedung Wanita, khotbah mana disampaikan oleh Samanera Jinagiri (kini Girirakkhito Thera). Kemudian pada tahun tahun berikutnya masih sering-sering mendapat kunjungan para bhikkhu dan samanera. Agama Buddha menjadi digemari dan dianut oleh mereka yang merasa dirinya cocok dan sesuai dan yang memang asal keturunan Agama Buddha. Kemudian karena terdorong ingin memiliki Vihara untuk tempat ibadah bagi para pemeluk agama Buddha, maka diambillah inisiatif untuk mengadakan rapat dirumah almarhum bapak Piet Gunawan di Cetya Amita, lorong budiman, kelurahan Talang Banjar, yang dihadiri antara lain oleh Almarhum Pandita O, Satya Mitta upasika Kumuda Mitta, upasaka Kriya Mitta, upasaka Sasana Mitta, encim Ok dan bapak Piet Gunawan sendiri. Rapat mengambil keputusan untuk segera merealisir cita-citanya membuat Vihara dengan jalan segera mengumpulkan  dana dengan dipelopori oleh peserta rapat itu sendiri, mula-mula ditujukan untuk membeli tanah tempat Vihara dan sekolah Sariputra sekarang ini, kemudian baru membuat akte Yayasan yang diberi nama Yayasan Caka Maha Jaya pada tahun 1966 dimana kepengurusannya yang pertama adalah bapak Viriya Mitta sebagai ketua, Romo Satya Mitta sebagai wakil ketua merangkap sekretaris dan upasika Kumuda Mitta sebagai bendahara, sekaligus mereka bertiga itu bertindak, sebagai Pendiri Yayasan Caka Maha Jaya. Kemudian minat masyarakat umat Buddha di Jambi menjadi semakin bertambah, kebutuhan akan tempat ibadah semakin mendesak. Diadakanlah rapat lagi untuk merealisir bangunan Vihara dimaksud, Pada rapat ini ikut serta sebagai pendukung-pendukung Yayasan Caka Maha Jaya, sekaligus sebagai tambahan anggota pengurus Yayasan antara lain, bapak L. Sumalio, bapak Hendro Cahyono, bapak Jayawardhana, bapak Sukrisna Cahaya, bapak Saini Rusli, dan bapak Kriya Mitta, lalu mulailah dibangun bangunan induk Vihara Sakyakirti sekarang ini, dimana berhasil selesai dibangun dan diresmikan pemakaiannya oleh bhikkhu Girirakkhito dan bapak brigjen Suraji pada tanggal 28 Februari 1970. Oleh karena dalam anggaran dasar Yayasan Caka Maha Jaya tercantum pula disamping pembinaan mental spiritual agama ialah pembinaan pendidikan sekolah, maka direncanakanlah pengadaan dan pengelolaan pendidikan sekolah. 


      Pengadaan dan pengelolaan pendidikan sekolah harus segera direalisir mengingat anak-anak masyarakat Jambi cukup banyak yaog menganut agama Buddha dan agar mereka mendapat pendidikan yang layak dan sesuai dengan program pendidikan pemerintah serta juga dapat mengenyam pendidikan agama Buddha, maka tampillah bapak Sasanasurya bersama-sama pandita Satya Mitta almarhum dan bapak Ali Santo untuk mencari dana pada masyarakat Jambi dan berhasil membangun beberapa lokal untuk sekolah dasar yang diberi nama SD Buddhayana, bangunan mana masih sangat sederhana sekali. Tiang-tiangnya terdiri dari kayu bulian, atapnya dari seng, dindingnya dari papan, plaponnya belum ada, sedangkan lantainya masih tanah. Maka lahirlah sekolah dasar Buddhayana pada tahun 1971 dimulai dengan Kelas I, II dan Ill dengan jumiah muridnya yang belum begitu banyak, dikepalai oleh Ibu Suktadharmi dengan pembantu-pembantunya dari Jakarta. Tiada permulaan yang tiada sukar, demikian pula dengan SD Buddhayana dengan segala kekurangannya dan kesukarannya, akhirnya kepala sekolah dengan pembantu-pembantunya hanya bisa bertahan kurang lebih selama sepuluh bulan. Kemudian atas bantuan Bhikkhu Girirakkhito, dicarikanlah kepala sekolah bernama bapak Gede Sedana dengan beberapa guru pembantunya dari Bali.